Laman

Mei 28, 2009

JERUSALEM - Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir


Description: C:\Users\NINA\Downloads\JERUSALEM.jpg

Judul Buku      : JERUSALEM, Kesucian, Konflik dan Pengadilan     Akhir
Pengarang      : Trias Kuncahyono
Impresum        : Jakarta-Penerbit Buku Kompas, 2008
Cetakan          : Ketujuh
Tebal Buku      : 315 halaman
Harga             : Rp 58.000,-



“Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang Telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), Maka kamu menjadi orang-orang yang merugi. (Q.S. Al-Maidah (5): 21)”

Buku ini merupakan kisah jurnalistik seorang wartawan yang melakukan perjalanannya ke Jerusalem pada tahun 2005. Jerusalem merupakan Tanah Terjanji, menurut terminologi orang-orang Yahudi, atau Tanah Suci sebagai sebutan yang berbau religius, atau Tanah Palestina sebagi sebutan yang lebih bernuansa historis dan politis. Istilah Tanah Suci (Al Ard al Muqaddasah) disebut satu kali dalam Al Quran, yakni dalam Surat Al Maidah ([5]:21).

Sebelum sampainya penulis di Bandara Ben Gurion pada bulan Agustus 2005, ia harus menjalani serangkaian pemeriksaan yang ketat di Bandara Don Muang, Bangkok. Sebagaimana kita ketahui setelah serangan teroris 11 September 2001 pengamanan yang ketat diberlakukan bagi semua orang yang akan melakukan perjalanan ke berbagai negara, tidak terkecuali negara-negara timur tengah yang kerap dianggap sarang teroris.

Bagi orang-orang Yahudi mendarat di Bandara Ben Gurion adalah sebuah anugerah. Inilah awal dari babak baru kehidupan mereka. Bandara Ben Gurion adalah pintu gerbang bagi kaum imigran Yahudi yang kembali ke tanah leluhur yang mereka yakini. Menurut ”Law of Return” Israel, setiap orang yang memiliki kakek moyang Yahudi berhak untuk tinggal di Israel dan berhak mengklaim sebagai warga negara Israel. Dan mereka selalu mencari pembenaran akan ”hak” nya itu dengan mengutip apa yang pernah dikatakan Nabi Yeremia. Tetapi hal sebaliknya justru diterapkan dengan keras kepada orang Arab atau Palestina yang ingin kembali ke tanahnya, karena pada dasarnya mereka adalah penduduk asli yang harus mengungsi selama perang berlangsung.

Memasuki Jerusalem anda tidak akan menemukan tanda besar yang menunjukan bahwa kita telah memasuki Jerusalem. Apabila anda melakukan perjalanan untuk masuk Jerusalem melalui Tel Aviv dengan menggunakan jalan bebas hambatan, seperti yang penulis lakukan, Jerusalem akan menyapa anda sesaat anda keluar dari jalan bebas hambatan tersebut. Tidak ada tanda, tidak ada penunjuk, hanya suasana yang berbeda yang akan menyadarkan anda. Di Jerusalem, semua orang tampak sibuk, ada mahasiswa, pelajar, pedagang, rabbi (pemuka Yahudi dengan jubah dan penutup kepalanya), dan yang paling membedakan adalah disana-sini banyak terdapat tentara lengkap dengan senjata dan ranselnya. Namu hal itu berubah pada hari Sabtu, dimana semua orang tidak ada yang beraktivitas di luar rumah. Hari ini dinamakan hari Sabath yang menurut kepercayaan Yahudi berarti ’berhenti’.

Begitu sampainya di Jerusalem, penulis memulai ceritanya dengan menggambarkan sejarah Jerusalem yang 40 tahun lalu pernah diceritakan oleh ibu dan ayahnya. Berbagai tempat yang pernah diceritakan oleh ibunya menjadi sangat begitu nyata. Antara lain adalah, tembok ratapan, Via Dolorosa (jalan penderitaan), Bukit Golgota (tempat Yesus wafat dalam salibnya), Temple Mount, dll. Ada tiga kota penting di sekitar Jerusalem yaitu RamallahJericho, dan Bethlehem. Tanggal 12 November 2004 jenazah pemimpin Palestina Yaser Arafat dimakamkan di Kota Ramallah, di puncak Bukit Yudea. Arafat pernah berkeinginan untuk dimakamkan di Jerusalem, dekat Masjid Al Aqsha. Tetapi, Israel menolak mentah-mentah keinginan Arafat tersebut. Pemerintah Israel berpendapat, pemakaman Arafat di Jerusalem akan memberikan kekuatan baru bagi perjuangan rakyat Palestina dan memperkuat klaim Palestina atas sektor Arab Jerusalem sebagai wilayah tradisional mereka dan sebagai ibu kota Palestina di masa mendatang. Penduduk Ramallah juga banyak yang menjadi barisan depan dalam melawan serangan Israel. Kota Jericho pun begitu menarik dan penuh kekejaman seperti yang dikisahkan dalam Kitab Yosua di Kitab Perjanjian Lama. Barangkali kekejaman itulah yang kini diwarisi oleh Israel dalam menghadapi orang-orang Palestina. Selanjutnya adalah Kota Bethlehem. Inilah kota yang diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus lebih dari dua ribu tahun silam. Karena itulah Bethlehem adalah kota suci bagi orang Nasrani di seluruh dunia. Kota ini juga penting bagi orang-orang Yahudi. Bethlehem adalah kota kelahiran Daud, Raja Israel, yang disebut-sebut sebagai yang merebut Jerusalem dari tangan kaum Jebuist (kaum Kanaan).

Sepanjang sejarah Jerusalem bahkan sampai saat ini, selalu berada di pusat pusaran konflik geopolitik, yang sekarang dimanifestasikan oleh Yahudi dan Palestina yang memperebutkan dominasi atas kota-kota tersebut. Baik orang-orang Yahudi, Kristen maupun Islam sama-sama mengklaim sebagai yang berhak atas Jerusalem. Orang- orang Yahudi mendasarkan klaimnya kembali ke peristiwa yang terjadi pada abad 11 SM tatkala raja Daud merebut kota itu; bagi umat Kristiani kesucian kota itu diperoleh dari kehidupan serta karya Yesus dan penyaliban, wafat serta kebangkitannya di Jarusalem; sementara bagi Umat Muslim, Jerusalem menjadi penting karena di kota itu Nabi Muhammad SAW ber-Isra Mi’raj. Ia melakukan perjalanan malam dari Mekkah dan kemudian ke Mikraj ke Sidrat Al Muntaha dari kota itu. Yasser Arafat, seperti yang dikutip Daniel Pipes dalam The Muslim Claim to Jerusalem, pernah menyatakan bahwa Al Quds (Jerusalem) ada dalam lubuk hati seluruh orang Arab, umat Muslim dan Kristen diseluruh dunia. Ayatollah Khomeini lebih tegas lagi menyatakan bahwa Jerusalem adalah milik kaum Muslim dan harus dikembalikan kepada mereka. Semasa hidupnya, pemimpin Iran itu bahkan mengeluarkan fatwa yang menyatakan hari Jumat terakhir di Bulan Ramadhan sebagai hari Jerusalem dan merayakannya dengan menjadikan hari itu sebagai hari libur. Kesucian Jerusalem telah menjadi daya tarik bagi ketiga agama monoteistik tersebut untuk mengerahkan kekuatannya ke kota itu sejak zaman dahulu.

Jawaban akan pertanyaan milik siapakah Jerusalem, akan sangat tergantung kepada siapa pertanyaan tersebut diajukan. Kalau pertanyaan diajukan kepada orang-orang Israel, pasti jawabannya adalah ”Jerusalem milik bangsa Israel”. Sebaliknya, kalau pertanyaan yang sama diajukan kepada orang-orang Palestina dan juga bangsa Arab, jawabannya pun pasti ”Jerusalem milik bangsa Palestina”. Dengan demikian kepada siapa pertanyaan tersebut harus diajukan?

Israel, misalnya, selalu menyatakan bahwa posisi legal internasional mereka atas Jerusalem berasal dari Mandat Palestina (Palestine Mandate, 24 Juli 1992), yang mana Liga Bangsa-Bangsa – yang menjadi sumber utama legitimasi internasional PBB - mengakui ”hubungan historis bangsa Yahudi dan Palestina” dan menghendaki agar menjadikan Palestina sebagai national home bagi bangsa Yahudi. Sedangkan terdapat perbedaan persepsi mengenai national home itu sendiri. Dalam ”Churchill White Paper” Inggris tidak menyatakan mendukung sebuah nation yang terpisah yang disebut sebagai Jewish Nation Home. Yang didukung Inggris adalah pembentukan komunitas Yahudi di wilayah Palestina. Selain itu dalam salah satu alineanya, ”Churchill White Paper” juga menyangkal pembentukan sebuah Palestina Yahudi secara seluruhnya dan menyatakan bahwa pemerintah Inggris tidak ingin melihat Palestina sebagai Yahudi-nya Inggris.

Pembagian Jerusalem - menjadi bagian Israel dan bagian Palestina - sangat sulit untuk dilaksanakan karena peta demografi tidak bisa diubah menjadi peta politik. Secara demografis dan geografis Jerusalem memang sudah terbagi. Setiap orang yang sudah pernah mengunjungi kota itu akan memahami masalah tersebut. Ada wilayah yang dihuni orang-orang Israel dan adapula wilayah-wilayah yang dihuni orang-orang Palestina. Selain itu sulit juga membagi Jerusalem karena ketiga agama besar memiliki tempat-tempat suci di kota itu; Jerusalem adalah pusat Yudaisme; Jerusalem merupakan kota tersuci nomor tiga bagi Islam; Jerusalem adalah tempat ”peristiwa utama” Kristen terjadi, yakni penyaliban dan kebangkitan Yesus. Dan yang terlebih penting lagi adalah, simbol-simbol penting dari ketiga agama itu letaknya berdekatan satu sama lain. (dapat dilihat di peta di halaman terakhir). Jika Jerusalem menjadi simbol paling utama dari konflik yang kini mengancam seluruh dunia, pencarian solusi semestinya menjadi masalah yang paling penting.

Pada dasarnya pada tahun 1947 telah dibentuk United Nations Special Comittee on Palestine (UNSCOP). UNSCOP menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam resolusi PBB Nomor 181 (II) yang salah satunya mengatakan bahwa Jerusalem akan dijadikan kota internasional. Namun yang lebih penting dari resolusi tersebut adalah berkaitan dengan penetapan Jerusalem sebagai corpus separatum yang berarti entitas (perjanjian) yang terpisah. Israel sebagai negara terkait dengan Piagam PBB. Di mata PBB, Jerusalem dilihat sebagai sebuah entitas (badan) dan dunia seperti lainnya. Penetapan Jerusalem sebagai corpus separatum itu terjadi dalam waktu enam bulan sebelum deklarasi kemerdekaan Negara Israel (15 Mei 1948). Hal ini penting karena penetapan Jerusalem sebagai corpus separatum terjadi sebelum negara Israel ada. Artinya, atas dasar ini, Jerusalem tidak bisa bisa dijadikan sebagai bagian dari Israel. Tujuan PBB adalah menetapkan ”rezim internasional” bagi Jerusalem dengan menciptakan Dewan Perwakilan. Namun seperti resolusi-resolusi lainnya, hal ini hanya menjadi sekedar ”rekomendasi” belaka bukan sebagai instrumen yang berlaku mengikat secara internasional sehingga tidak berlaku secara efektif.

Pada tahun 1948, Arab melakukan Agresi ke Jerusalem yang menyebabkan Israel tidak lagi menghormati resolusi itu karena telah dilanggar dan karena PBB dianggap tidak dapat melaksanakan resolusinya sendiri. Agresi ini pun oleh PBB dianggap ilegal dan melanggar Piagam PBB. Berdasarkan hal ini posisi Israel semakin kuat dan tambah menguat lagi setelah Perang Enam Hari (1967) yang mengakibatkan jatuhnya daerah Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur. Tentang hal ini ada yang menarik sekaligus menunjukan ketidaknetralan PBB. Aksi militer yang pernah dilakukan oleh Yordania (Legiun Arab) pada tahun 1948 ke Palestina disebut PBB sebagai agresi. Tetapi, PBB menolak mengkategorikan atas apa yang telah dilakukan Israel sebagai aksi militer dan menolak untuk menyebut Israel sebagai agresor, hal yang mana diusulkan oleh Uni Soviet pada saat itu.

Ada begitu banyak resolusi yang dihasilkan oleh PBB, baik oleh Majelis Umum maupun Dewan Keamanan, tetapi Israel tetap saja membuat kebijakan sepihaknya. Israel bertindak tanpa memperhatikan seruan bahkan keberatan dunia dan masyarakat internasional. Antara tahun 1967-1989, Dewan Keamanan PBB menerbitkan 131 resolusi. Apabila dikategorikan, 131 resolusi itu, 43 diantaranya dapat dikatakan bersikap netral dan 88 lainnya mengkritik, menentang dan mengutuk tindakan Israel di Jarusalem. Sementara itu, Majelis Umum PBB dalam kurun waktu yang sama menerbitkan 429 resolusi dengan 321 resolusi diantaranya mengecam tindakan Israel. Tetapi kecaman yang diberikan tidak mengikat sama sekali sehingga tidak dipedulikan oleh Israel.

Gagasan lain yang pernah muncul sebagai resolusi dari permasalahan Jerusalem adalah dengan menjadikan Jerusalem sebagai ibu kota bersama kedua negara Israel dan Palestina. Dalam konteks solusi dua negara, Jerusalem dapat menjadi wilayah tak terbagi untuk kedua negara, merupakan ibu kota kedua negara dan dikelola oleh dewan distrik setempat. Dalam terminologi hukum internasional, Jerusalem akan menjadi sebuah condominium (daerah yang dikuasai bersama) oleh Israel dan Palestina. Gagasan seperti itu ditentang keras oleh AS hal ini dapat dilihat dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh organisasi Yahudi pada Maret 1994, Wakil Presiden AS saat itu, Al Gore menegaskan posisi pemerintahan Bill Clinton yang mengakui Jerusalem yang bersatu sebagai ibukota Israel.

Sebaliknya, dari kubu Palestina, Arafat mengakui prinsip condominium itu. Dalam pidatonya di Harvard University ia mengatakan, ”Mengapa Jerusalem tidak dijadikan ibu kota dua negara, tanpa tembok Berlin? Bersatu, terbuka, hidup berdampingan secara damai, hidup bersama,” setelah disambut standing ovation dari para hadirin ia melanjutkan, ”Jerusalem menjadi tempat seluruh umat beriman, condominium besar bagi budaya dan moralitas.”

Apabila diruntut dari awal ada beberapa pejuang besar Islam dalam membela kembalinya Jerusalem ke tangan Palestina selain sosok Yaser Arafat yang terkenal sebagai pemimpin PLO (Palestine Liberation Organization). Pemimpin yang baik menggunakan senjata maupun dengan intelektual mereka. Pada masa Perang Salib II-IV, Sultan Salah al-Din Yusuf ibn Ayyub atau yang lebih dikenal dengan Saladin berhasil mengalahkan pasukan Kristen yang dipimpin oleh Richard ”Si Hati Singa” (Lion-Heart) yang akan masuk ke wilayah Jerusalem dan membuat Lion Heart mengakui kehebatan dari Saladin setelah tiga kali masa perang itu. Meskipun menang perang, Saladin dalam perjanjian damai tetap menjamin keamanan dan memberikan akses bagi para peziarah, siapa pun dan dari agama mana pun, untuk pergi ke Tanah Suci. Selanjutnya adalah Presiden Mesir, Anwar Sadat. Pada tahun 1978, Sadat dan Perdana Menteri Israel Menachem Begin menandatangani naskah perjanjian Camp David yaitu A Framework for the Conclusion of A Peace Treaty between Egypt and Israel. Isi dari naskah itu mengharuskan Israel untuk menarik mundur pasukannya dari Gurun Sinai dan menyerahkan seluruh wilayah yang direbut dalam perang tahun 1967 itu kepada Mesir. Namun ternyata perjanjian ini menimbulkan pro dan kontra. Reaksi kontra ditunjukan oleh Liga Arab dan rakyat Mesir itu sendiri. Penentangan dari rakyat Mesir ini mengakibatkan wafatnya Anwar Sadat. Sadat wafat saat berada di mimbar dalam rangka memimpin Parade Kemenangan Mesir tersebut. Seorang Letnan Pertama Khaled Islambouli tiba-tiba turun dan berlari dari truknya dan melemparkan granat dari tangannya ke arah Sadat.

Sebagaimana yang telah berulang kali disebut sebelumnya bahwa Jerusalem merupakan kota penting bagi tiga agama samawi, maka adalah sikap yang tidak terpuji dan tidak bijaksana bilamana klaim kepemilikan atas Jerusalem hanya di dominasi oleh satu agama saja. Hal tersebut dikarenakan bahwa pada dasarnya kota tersebut memang diperuntukan sebagai ”jalan” untuk berjumpa dengan Tuhan mereka (umat tiga agama samawi tersebut) Yang Esa.

Redaksi : Hesti dan Karina

Tidak ada komentar:

Posting Komentar