Laman

Februari 09, 2009

Sejarah dan Perkembangan Ulumul Hadis


Studi Kitab Hadis
Periode Desember 2008
Tema: Sejarah dan Perkembangan Ulumul Hadis
Sumber: Ulumul Hadis, Dr. Nawir Yuslem, MA Studi Kitab Hadis


A.     PENGERTIAN HADIS

Kata hadis (Arab: hadits) secara etimologis berarti "komunikasi, cerita, percakapan, baik dalam konteks agama atau duniawi, atau dalam konteks sejarah atau peristiwa dan kejadian aktual”{Muhammad Mustafa Azami, Studies in Hadith Methodology' and Literature (Indianapolis, Indiana: American Trust Publications, 1413 H/ 1992, h. I.).

Penggunaannya dalam bentuk kata sifat atau adjektiva, mengandung arti aljadid, yaitu: yang baharu, lawan dari al-qadim, yang lama. Dengan demikian, pemakaian kata hadis di sini seolah-olah dimaksudkan untuk membedakannya dengan Al-Qur'an yang bersifat qadim(Azami. Studies in Hadith Methodology h. 1; Lihat juga Jalal al-Din 'Abd al-Rahman ibn Abu Bakar al- Suyuthi, Tadrib al-Rawifi fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Ed. ‘Irfan al-'Assya Hassanah Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/1993 M, h. 15; Mahmud al-Thahan, Taisir Mushthalah al-Hadits. Beirut : Dar Al-Qur’an Al-Karim.1979. h.14: M. Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits. Beirut: Dar al-Fikr, 1989. H.26).

Di dalam Al-Qur'an, terdapat 23 kali penggunaan kata hadis dalam bentuk mufrad atau tunggal, dan 5 kali dalam bentuk jamak (Muhammad Fu'ad 'Abd al Baqi, Al Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Al-Our'an al-Karim. Kairo: Dar al-Hadits, 1407 H/I987 M, h. 195).

Keseluruhannya adalah dalam pengertiannya secara etimologis di atas. Hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut:



1.      Pengertiannya dalam konteks komunikasi religius, wahyu, atau Al-Qur'an
Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran..(QS. Az Zumar[39]: 23).

Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang mendustakan Al-Qur'an ini ....(QS AlQalam [68]: 44).

2.      Dalam konteks cerita duniawi atau cerita secara umum
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolokolokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain .... (QS Al-An'am [6]: 68).
3.      Dalam konteks sejarah atau kisah masa lalu
Dan apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? (QS Thaha [20]: 9).
4.      Dalam konteks cerita atau percakapan aktual
Dan ingatlah ketika Nabi SAW membicarakan suatu rahasia kepada (Hafsah) salah seorang dari istri-istri beliau .... (QS Al-Tahrim [66]: 3).
Dari ayat-ayat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kata hadis telah dipergunakan di dalam Al-Qur'an dengan pengertian cerita, komunikasi, atau pesan, baik dalam konteks religius atau duniawi, dan untuk masa lalu atau masa kini.

Kata hadis dalam pengertian seperti yang disebutkan di atas juga dijumpai pada beberapa pernyataan Rasul SAW seperti:
1.      Dalam pengertian komunikasi religius
(Semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar sesuatu (Hadis) dari kami dan dihafalnya, serta selanjutnya disampaikannya (kepada orang lain). Boleh jadi orang yang menyampaikan lebih hafal dari yang mendengar(HR Ibn Majah dan Tirmidzi, Abu 'Isa Muhammad ibn 'Isa ibn Saurah aI-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, Ed. Shidqi Muhammad Jamil al- Aththar. Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/1994 M, juz 4, h. 298-299; Abu 'Abd Allah Muhammad ibn Yazid ibn Majah, Sunan Ibn Majah. Ed. Shidqi Jamil al-‘Aththar. Beirut: Dar al-Fikr. 1415 H/1995 M, juz 1, h. 89.)
Sesungguhnya hadis (pembicaraan) yang paling baik adalah Kitab Allah (Al-Qur'an)… (HR Bukhari, Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H/1981 M, juz 7, h.96: juz 8, h.139)
2.      Pembicaraan atau cerita duniawi dan yang bersifat umum
Siapa yang mencoba untuk mengintip (mendengar secara sembunyi) pembicaraan sekelompok orang dan mereka tidak menginginkan hal tersebut serta berusaha untuk menghindar darinya, maka besi panas akan disumbatkan ke telinganya di hari kiamat(HR Bukhari dan Tirmidzi. Al-bukhari, Sahih al-Bukhari, juz 8,h. 82-82; Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, juz 3, h. 291).
3.      Cerita masa lalu atau sejarah
... Dan sampaikanlah cerita tentang Bani Israil (HR Tirmidzi. Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, juz 4, h. 305).
4.      Cerita aktual atau percakapan rahasia
Apabila seseorang menyampaikan suatu pembicaraan (yang bersifat rahasia) kemudian dia pergi, maka perkataannya itu adalah amanah(HR Tirmidzi. Al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, juz 4, h. 386).
Beberapa contoh di atas telah menjelaskan bahwa kata hadis mengandung pengertian cerita atau percakapan. Pada awal Islam, cerita dan pembicaraan Rasul SAW (Hadis) selalu mendominasi dan mengatasi pembicaraan yang lainnya, oleh. karenanya kata hadis mulai dipergunakan secara khusus untuk menjelaskan perkataan atau sabda Rasul SAW. (Azami, Studies in Hadisth Methodology and Literaure, h.3).

Menurut Shubhi al-Shalih, kata hadis juga merupakan bentuk isim dari tahdits, yang mengandung arti: memberitahukan, mengabarkan. Berdasarkan pengertian inilah, selanjutnya setiap perkataan, perbuatan, atau penetapan (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi SAW dinamai dengan Hadis. (Subhi al-Shalih, Ulum al-Hadits wa Musthalahulu. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1973, h. 3-4).

Hadis secara terminologis, menurut Ibn Hajar, berarti:
Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW (Al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi, h.15). Definisi di atas masih umum sekali, karena belum dijelaskan batasan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW tersebut. Definisi yang lebih terperinci, adalah Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat (Al-Thahan, Taisir Mushthalah al-Hadits, h. 14). Imam Taqiyyuddin ibn Taimiyyah mengemukakan definisi yang lebih sempit lagi dengan memberi batasan bahwa Hadis tersebut adalah: Seluruh yang diriwayatkan dari Rasul SAW sesudah kenabian beliau, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, dan ikrar beliau (M. Jamal al-Qasimi, Qawa’id al-Tahdits. Kairo: al-Babi al-Halabi, 1961, h. 62).

Dengan definisi di atas Ibn Taimiyyah memberikan batasan, bahwa yang dinyatakan sebagai Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW sesudah beliau diangkat menjadi Rasul,-yang terdiri atas perkataan, perbuatan, dan taqrir. Dengan demikian, maka sesuatu yang disandarkan kepada beliau sebelum beliau. Diangkat menjadi Rasul, bukanlah Hadis.
Menurut Ulama Ushul Fiqh, yang dimaksud dengan Hadis adalah apa yang disebut mereka dengan Sunnah qawliyyah, yaitu seluruh perkataan Rasul SAW yang pantas untuk dijadikan dalil dalam penetapan hukum syara'.

Hal tersebut adalah, karena Sunnah, dalam pandangan mereka, adalah lebih umum daripada Hadis. Pengertian mereka tentang Sunnah adalah meliputi perkataan, perbuatan, dan taqrir (pengakuan atau persetujuan) Rasul SAW yang dapat dijadikan dalil dalam merumuskan hukum syara'. (Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits. h. 27)

Dari pandangan para ahli Ushul Fiqh tentang Sunnah di atas terlihat bahwa ada persamaan antara pengertian Sunnah menurut definisi mereka dengan Hadis dalam pengertian Ulama Hadis, kecuali Ulama Ushul Fiqh menekankannya dari segi fungsinya sebagai dalil hukum syara'.

Istilah Hadis sering juga disinonimkan dengan SunnahKhabfar, dan Atsar. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan tentang istilah-istilah tersebut.

B. SUNNAH
Sunnah secara etimologis berarti :
Jalan yang lurus dan berkesinambungan, yang baik atau yang buruk('Abbas Mutawalli Hamadah. AI-Sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuha fi al-Tasyri', Kairo: Dar al-Qawmiyyah, t.t., h. 13)
Contoh dari pengertian Sunnah di atas di antaranya adalah ayat Al-Qur'an surat Al-Kahfi: 55
Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka, dan memohon ampun kepadaTuhannya, kecuali datang kepada mereka (seperti) jalan (kehidupan) umat-umat terdahulu, atau datangnya azab atas mereka dengan nyata.
Di dalam Hadis juga terdapat kata sunnah dengan pengertiannya secara etimologis di atas, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahih-nya sebagai berikut:
Bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa yang merintis suatu jalan yang baik, maka ia akan memperoleh pahalanya dan juga pahala orang yang mengamalkannya sesudahnya; tidak mengurangi yang demikian itu akan pahala mereka sedikit punDan siapa yang merintis jalan yang buruk, ia akan menerima dosanya, dan juga dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dosanya sedikit pun(HR Muslim, Ibnu Majah, dan Al-Darami. 'Abbas Mutawalli Hamadah. Al Sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuha fi al-Tasyri', Kairo: Dar al-Qawmiyyah, t.t... h. 14. Hadis tersebut dalam redaksi yang sedikit bervariasi dapat dilihat pada Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, Beirut: Dar al-Fikr, 1414 H/1993 M, juz 2, h. 564; Ibn Majah. Sunan Ibn Majah. juz 1. h. 80; Abu 'Abd Allah ibn 'Abd aI-Rahman ibn al-Fadhl ibn Bahram al-Darimi, Sunan al-Darimi, Beirut: Dar al-Fikr, t.t., juz 1, h. 130-131).

Berdasarkan contoh-contoh di atas, terlihat bahwa pada dasarnya Sunnah tidaklah sama pengertiannya dengan Hadis, karena. Sunnah, sesuai dengan pengertiannya secara bahasa, adalah ditujukan terhadap pelaksanaan ajaran agarna yang ditempuh, atau praktik yang dilaksanakan, oleh Rasul SAW dalam perjalanan hidupnya, karena Sunnah, secara bahasa, berarti al-thariqah, yaitu jalan (jalan kehidupan).

Pengertian Sunnah secara terminologis
Para Ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi Sunnah secara terminologis, sejalan dengan perbedaan keahlian dan bidang yang ditekuni masing-masing. Para ahli Ushul Fiqh mengemukakan definisi yang berbeda dibandingkan dengan definisi yang diberikan oleh para ahli Hadis dan Fuqaha'.

a. Definisi Ulama Hadis (Muhadditsin)
Menurut Ulama Hadis, Sunnah berarti:
Sunnah adalah setiap apa yang ditinggalkan (diterima) dari Rasul SAW berupa perkataan, perbuatan, tacwir, sifat fisik atau akhlak, atau perikehidupan, baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul, seperti tahannuts yang beliau lakukan di Gua Hira', atau sesudah kerasulan beliau.
Sunnah dalam pengertian Ulama Hadis di atas, adalah sama (muradif) dengan Hadis. Para Ulama Hadis memberikan definisi yang begitu luas terhadap Sunnah, adalah karena mereka memandang Rasul SAW sebagai panutan dan contoh teladan bagi manusia dalam kehidupan ini, seperti yang dijelaskan Allah SWT di dalam Al-Qur'an alal-Karim, bahwa pada diri (kehidupan) Rasul SAW itu adalah uswatun hasanah bagi umat Islam (QS Al-Ahzab: 21).
Dengan demikian, para Ulama Hadis mencatat seluruh yang berhubungan dengan kehidupan Rasul SAW, baik yang mempunyai kaitan langsung dengan hukum syara' ataupun tidak.

b. Pengertian Sunnah menurut Ulama Ushul Fiqh
Ulama Ushul Fiqh memberikan definisi Sunnah sebagai berikut:
Sunnah adalah seluruh yang datang dari Rasul SAW selain Al-Qur'an al-Karim, balk berupa perkataan, perbuatan atau taqrir, yang dapat dijadikan sebagai dalil untuk menetapkan hukum syara'.(Lihat Ajjaj al-Khathib, Ushul al Hadits. H. 19; Abbas Mutawalli Hamadah, Al-Sunnah al-Nabawiyyah wa Makanatuhu fi al_Tasyri, h. 21).
Melalui definisi di 'atas terlihat bahwa para Ulama Ushul Fiqh membatasi pengertian Sunnah pada sesuatu yang datang dari Rasul SAW selain Al-Qur'an yang dapat dijadikan dalil dalam penetapan hukum syara'.
Mereka berpendapat demikian adalah karena mereka memandang Rasul SAW sebagai Syari', yaitu yang merumuskan hukum dan yang menjelaskan kepada umat manusia tentang peraturan-peraturan (hukum-hukum) dalam kehidupan ini, dan memberikan kaidah-kaidah hukum untuk dipergunakan dan dipedomani kelak oleh para mujtahid dalam merumuskan hukum setelah beliau tiada.

c. Sunnah menurut Ulama Fiqh (Fuqaha')
Ulama Fiqh mendefinisikan Sunnah sebagai berikut
Yaitu, setiap yang datang dari Rasul SAW yang bukan fardu dan tidak pula wajib (Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h.19).
Ulama Fiqh mengemukakan definisi seperti di atas adalah karena sasaran pembahasan mereka ialah hukum syara' yang berhubungan dengan perbuatan mukalaf, yang terdiri atas: wajib, haram, mandub (sunnah), karahah, dan mubah (Musththafa al-Siba’I, Al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri al-Islami, Kairo: Dar al-Urubah, 1961, h. 61).

Apabila para Fuqaha' mengatakan sesuatu perbuatan itu adalah Sunnah, maka hal tersebut berarti, bahwa perbuatan tersebut dituntut oleh syara' untuk dilaksanakan oleh para mukalaf dengan tuntutan yang tidak pasti atau tidak wajib.

Dari definisi Hadis dan Sunnah di atas, selain definisi versi para Fuqaha, secara umum kedua istilah tersebut adalah sama, yaitu bahwa keduanya adalah sama-sama disandarkan kepada dan bersumber dari Rasul SAW. Perbedaan hanya terjadi pada tinjauan masing-masing dari segi fungsi keduanya. Ulama Hadis menekankan pada fungsi Rasul SAW sebagai teladan dalam kehidupan ini, sementara Ulama Ushul Fiqh memandang Rasul SAW sebagai Syari', yaitu sumber dari hukum Islam. Di kalangan mayoritas Ulama Hadis sendiri, terutama mereka yang tergolong muta'akhkhirin, istilah Sunnah sering disinonimkan dengan Hadis. Mereka sering mempertukarkan kedua istilah tersebut di dalam pemakaiannya (Shubhi al-Shalih, 'Ulum al hadits wa Mushthalahuhu. h. 3; Ajjaj al-Khathib, Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, h. 19.).

Istilah Sunnah di kalangan Ulama Hadis dan Ulama Ushul Fiqh kadang-kadang dipergunakan juga terhadap perbuatan para Sahabat, baik perbuatan tersebut dalam rangka mengamalkan isi atau kandungan Al-Qur'an dan Hadis Nabi SAW ataupun bukan. Hal tersebut adalah seperti perbuatan Sahabat dalam mengumpulkan Al-Qur'an menjadi satu Mushhaf (Muhammad Abu Zahwu. Al-Hadits wa al-Muhadditsin aw 'Inayat al-Ummat al-Islamiyyah bi al-Sunnah al-Nabawiiyah, Kairo: t.p., t.t., h. 9-10) Argumen mereka dalam penggunaan tersebut adalah sabda Rasul SAW yang berbunyi:
Hendaklah kamu berpegang teguh dengan Sunnahku dan Sunnah Khulafa' al-Rasyidin (Lihat Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, juz 4, h. 206).

3 komentar:

  1. Habbatus Sauda' dalam Bahasa:

    Latin : Nigella Sativa L.
    Indonesia : Jintan hitam
    English : Black cummin

    Tanaman ini tumbuh liar sampai pada ketinggian 1100 m dari permukaan laut. Biasanya ditanam di daerah pegunungan ataupun sengaja ditanam dihalaman atau ladang sebagai tanaman rempah-rempah. Jintan hitam atau jintan hitam pahit adalah adalah biji berbentuk kerucut berwarna kehitaman yang dihasilkan oleh tanaman berbatang lembut berbunga kuning. Selain itu ada yang dinamakan jintan putih (Cuminum cyminum L. dari suku Apiaceae) yang lebih sering dipakai dalam masakan walaupun dipakai juga untuk jamu-jamu tertentu dan dalam bahasa lnggris disebut cummin. la juga berbeda dengan jintan manis (Pimpinella anisum, L. dari suku Apiaceae) yang sama dengan adas manis (Inggris: anise; Belanda: anijs). Bahkan ia juga berbeda dengan jintan (Carum carvi, L. dari suku Apiaceae) yang dalam bahasa Inggris disebut caraway dan dalam bahasa Belanda disebut karwijzaad. Ia juga harus dibedakan dari daun jintan, yaitu daun lonjong tebal berbulu dan berwarna hijau muda dari tanaman Plectranthus amboinicus (L.) Spreng.(dipakai juga dalam pengobatan).

    Kandungan & Manfaat :
    Biji jintan hitam antara lain mengandung minyak atsiri, minyak lemak, dan saponin melantin, zat pahit nigelin, nigelon, dan timokinon. Minyak atsiri pada umumnya bersifat anti bakteri, anti peradangan. la juga menghangatkan perut.

    Kegunaan:
    1.Radang pada selaput lendir mata sehingga penglihatan berkabut
    2. Batuk rejan
    3. Keputihan pada gadis remaja
    4. Lepra
    5. Radang hidung
    6. Demam (daunnya)
    7. Sembelit
    8. Encok
    9. Digigit serangga/ ular
    10. Influensa (buah / bijinya)

    SUMBER:

    http://www.asiamaya.com/jamu/isi/jintanhitam_nigellasativa.htm

    BalasHapus
  2. boleh jg blogx bgs buat blajar ...

    BalasHapus